"Jangan baca Ihya Ulumuddin sendirian"
demikian pesan yang diterima Syaikh Mustafha Maraghi (Syaikh
al-Azhar dekade 1920-an dan Ahli Tafsir terkemuka di masanya) dari Syaikh
Muhammad Abduh, pesan tersebut beliau terima saat berpamitan dan memohon doa
restu gurunya Syaikh Muhammad Abduh, untuk menjalankan amanah baru sebagai
Qodhi (hakim) di negara Sudan.
Saat ditanya alasan tidak bolehnya menelaah kitab Ihya
Ulumuddin karya Imam al-Ghazali seorang diri, Syaikh Muhammad Abduh menyebut
satu persatu Ulama dan Cendekiawan Muslim berikut dengan kelebihannya
masing-masing, dari Ibnu Sina, al-Farabi, sampai Ibnu Rusyd.
"Lantas bagaimana kedudukan Abu Hamid al-Ghazali
diantara Ulama dan Cendekiawan yang guru sebutkan tadi?" tanya al-Maraghi
muda.
Syaikh Muhammad Abduh kemudian menjawab,
"Kelebihan-kelebihan yang ada dalam pada para Ulama dan
Cendekiawan yang saya sebutkan tadi terkumpul pada sesosok Imam al-Ghazali (rojulun
fii daairotil al-ma'arif)."
Syaikh Muhammad Abduh seolah ingin menegaskan, membaca karya
seorang ulama ensiklopedis yang menguasai lintas disiplin ilmu sekaliber Imam
al-Ghazali, harus dibarengi dengan wawasan keilmuan yang luas, atau menela'ah
bersama-sama dengan satu kumpulan orang yang masing-masing pakar pada disiplin
ilmu-ilmu tertentu.
(dinukil dan diterjemahkan dari buku kecil terbitan Majlis
A'la Kementrian Wakaf Mesir, seharga satu pound)
Ust. Muhammad Rifqi Arriza