قال تعالى
:
{هُوَ
أَعلَمُ بِمَنِ اتّقَى}
Allah berfirman: "Dia lebih tahu tentang orang yang
bertakwa."
Salah satu pesan di balik informasi ayat di atas adalah
bahwa urusan hati, batin, dlamir, atau kalbu manusia adalah urusan Allah. Allah
yang tahu hakikatnya, bukan manusia. Karena itu maka jauhilah kebiasaan menilai
tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang. Hal ini bisa jadi menjerumuskan diri
kita pada dua dosa besar: merasa diri lebih baik dan menghina serta merendahkan
orang lain. Dua virus ini bisa menjalar dan beranak pinakkan dosa-dosa lainnya.
Jubah dan sorban bukanlah dalil pasti keimanan dan ketakwaan
sebagaimana jenggot dan dahi hitam juga bukan indikator resmi tingginya
keberagamaan seseorang. Bukankah orang kafir di tanah Arab banyak juga yang
berjubah dan bersorban? Bukankah orang-orang atheis pun banyak yang berjenggot?
Rasulullah bersabda: "takwa itu di sini," sambil mengarahkan jari
telunjuknya ke dadanya. Ya, takwa adalah urusan hati. Hati adalah urusan Allah.
Kalaulah indikasi lahiriah seseorang itu menyalahi aturan
agama, hal itu bukan untuk dicaci, dihina dan disebarkan kesalahan serta dosanya,
melainkan agar didoakan dan dibimbing untuk menjadikan dia kembali ke jalan
kebaikan. Orang yang dihina sangat mungkin suatu saat bertaubat dan kemudian
menjadi kekasih Allah, sementara orang yang terlanjur melontarkan hinaan
kemanakah ia akan menarik kembali dan bagaimanakah caranya melakukan permintaan
maaf?
Salam, AIM