Setelah proyek pembangunan Masjid Bayazid atau The The
Beyazidiye Camii di Istanbul yang dibangun pada masa Sultan Bayazid ll tahun
1506, maka akan dilaksanakan peresmiannya dengan melaksanakan shalat berjamaah
perdana di masjid ini, peresmian yang dihadiri oleh Sultan Bayazid ll dan
seluruh warga setempat. Setelah semua hadir, siap melaksanakan shalat, semua
bertanya-tanya siapa yang akan menjadi Imam sholat, apakah Mufti? Sheikhul
Islam? Imam Masjid baru? Atau salah satu Ulama besar yang hadir? Mereka semua
saling menatap satu sama lain.
Tiba-tiba, Imam Masjid baru itu maju dan berkata, “Silahkan
maju ke depan untuk menjadi Imam shalat siapa yang merasa dirinya tidak pernah
mengqadha shalat fardhu selama hidupnya”. Dengan bahasa lebih sederhana siapa
yang tidak pernah meninggalkan shalat pada waktunya, silahkan maju menjadi
Imam.
Semua hadirin terkejut mendengar kata-kata imam Masjid,
mereka saling menatap, yang di saf depan melihat kebelakang, yang belakang
melihat ke depan, namun tidak ada yang maju, setelah beberapa menit sunyi
senyap, tiba-tiba terlihat Sultan Bayazid ll maju dengan tenang dan khusyu,
beliaupun bertakbir dan diikuti jamaah, jadilah Sultan Bayazid ll sebagai Imam
shalat jamaah perdana di masjid itu.
Ya, Sultan Bayazid ll terkenal tidak pernah meninggalkan
shalat apabila waktu sudah tiba, dimanapun berada dan kapanpun, makanya beliau
disebut oleh rakyat Turki pada masa itu sebagai Sultan Wali. Rahimahullah.
oleh: Ust Saief Alemdar
Ada yang komentar begini, “ah, cerita ente tentang Sultan Bayazid ll yang tidak pernah sholat seumur hidup kecuali pada waktunya sangat tidak mungkin, itu paling juga pencitraan. Dia kan sering pergi perang ke Eropa, atau Persia, pasti sekali atau dua kali ketinggalan sholat dan harus mengqadhanya”.
Ada manusia seperti ini, yang selalu menjadikan dirinya standar bagi orang lain, bagi semua orang. Ada orang seumur hidup bisa sholat tepat waktu tidak percaya, karena mungkin dia membuat dirinya standar, yang terkadang sibuk atau bahkan lupa sholat tepat waktu.
Bukankah dengan posisinya sebagai Raja lebih mudah melaksanakan shalat, lagi rapat dia bisa pause untuk shalat, karena dia yang pimpin, yang mungkin bagi peserta rapat tidak berani karena dia bawahan. Musim dingin, tinggal suruh dayang-dayang panasin air buat wudhu. Justru karena dia Raja malah lebih memudahkan dia untuk melaksanakan kewajiban demikian, disamping kewajiban, itu juga kebutuhan, Raja yang besar itu tidak hanya butuh tentara kuat, tapi juga butuh sandaran pada Yang Maha Kuat.
Kalau ku ceritakan ada orang sedekah pada hari jumat sebesar 50 juta pasti kamu tertawa dan menertawakan, itu karena kamu yang gajinya 1 juta sebulan, bisa sedekah 5000 rupiah setiap jumat sudah terasa besar. Tapi mereka yang incomenya 10 Miliar per minggu, 50 juta kecil.
Jangan melulu menjadikan diri kita standar kemanusiaan, kita manusia, mereka juga manusia, tapi bisa jadi mereka punya semangat yang tidak kita miliki.