Minggu, 12 Mei 2013

Belum Baligh, Bermain Masih Boleh


Bagaimana mendidik anak?
---
"Mengapa engkau biarkan anakmu duduk di majelis ini dan tidak engkau biarkan dia bermain-main bersama teman-teman sebayanya?"

"Kami ingin memperoleh keberkahan majelis Anda ini, guru,"

"Engkau saja yang hadir, sedangkan anakmu, saat ini juga, biarkan ia bermain-main bersama teman-temannya. Selama ia masih dalam usia untuk bermain-main maka biarkanlah ia bermain-main, hingga semua hasrat bermainnya tersalurkan. Jika tidak demikian, maka kelak, saat dewasa, ia justru akan bermain-main,"

Diceritakan, bahwa ada seorang anak yang baru berusia sepuluh tahun telah menjadi pengajar fiqih madzhab Hanafi. Akan tetapi, jika merasa lapar, ia menangis |^_^|

Ada pula kisah seorang ayah yang mengadu kepada orang saleh perihal anaknya yang hobinya gemar bermain. Orang saleh tersebut malah memegang tangan bocah itu sambil berkata, "Ayo bermain sana,"
"Mengapa engkau malah memerintahkannya bermain lagi, guru?"

"Biarkan dia menghabiskan semua keinginannya bermain selagi dalam usia yang layak untuk bermain. Jika hal ini tidak dilakukan, maka kelak ia akan bermain-main pada saat ia sudah seharusnya tidak melakukannya," jawab guru bijak nan saleh itu.

Seorang yang belum baligh, yang masih dalam usia remaja, ia cenderung lebih banyak bermain dan bergerak. Mereka seperti kuali ya berisi air mendidih. Engkau hanya punya dua pilihan, yaitu membuka tutup kuali itu, atau menurunkannya dari atas kompor.
----

Habib Naufal (Novel) bin Muhammad al-Aydrus, "Surga di Depan Mata (Kumpulan Hikayat & Nasehat Bakti Anak Kepada Orangtua, Serta Cinta Ayah Bunda kepada Mereka)", hlm. 141-142, yang mengutip kisah ini dari kitab "Tatsbitul Fuad" karya Habib Ahmad bin Hasan al-Haddad, juz. 2, hlm 4